Sunday, December 09, 2012

Me-Yak and Yeti :)) The Untold Story of My Nepal Journey



Disclaimer : Apa yang dituliskan disini hanya pengamatan dan pengalaman selama sebulan berdiam di salah satu wilayah kota Kathmandu yaitu daerah Chabahil dan bekerja (hands on training) di salah satu rumah sakit mata di daerah Gaushala-Kathmandu. Jadi...mungkin persepsi saya salah, ya maap. Karena ya itu tadi....cuma berdasarkan pengalaman dan pengamatan sebulan dari pojok kota Kathmandu.

Why Nepal?



Hehehe..pasti kalian bertanya-tanya kenapa saya berkunjung ke Kathmandu-Nepal. Sebenarnya ini semacam ‘reward’ karena saya rajin,cerdas dan tidak sombong...eciiiyeeeciiyee..dari tempat saya melanjutkan pendidikan profesional (fellowship) di salah satu state university di Salt Lake City-Utah selama 3 bulan pada April-Juli 2012 ini. Atas bantuan Professor yang menjadi mentorku di sana, maka saya berhasil mendapat fasilitas dari sebuah lembaga NGO Amerika dibidang kesehatan mata untuk melakukan Hands On Training di rumah sakit mata di Kathmandu ini.
Jadilah...here I am....now  Stranded   studying at Kathmandu-Nepal

Hari-hari pertama

Berangkat dari Surabaya tanggal 14 November 2012. Karena pihak pemberi beasiswa membelikan tiket Qatar Airways, jadi harus ke Jakarta dulu. Flight jam 20-an dan nyampe Jakarta, ke terminal international untuk Qatar Airways.  Saya dah takut banget nih..bukan apa2..jatah bagasi Cuma 23 kilo! Lah ini bekal indomie, rendang dll....hihihihi..ditimbang overweight 5 kilo. Pheew...mesti bayar berapa nih untuk extra bagage.
Alhamdulillah petugas Qatar Airways, baik hati. Saya dibebaskan biaya kelebihan baik bagasi maupun hand luggage :)

Lewat imigrasi dan naik pesawat Alhamdulillah berkat doa Suami, Shafiya dan Rayyan, Ompung Mora, Ompung Raja, Yangti, Yangkung semua berjalan lancar.
OK..on the way ke Doha-Qatar...Bismillahirrahmanirrahim.
Didalam pesawat, Alhamdulillah dapat seat enak. Depan dan di Aisle. Bersebelahan dengan mbak S yang bekerja menjadi TKI di Dubai, membuat saya banyak-banyak bersyukur. Kasihan mbak S. Kedua putranya ditinggal di desa, sementara beliau hanya mendapat ijin pulang setahun sekali. Semoga Allah bantu dan melindungi beliau terus. Juga di depan saya, TKI Bapak M dari Makasar yang bekerja sebagai supir di Dammam. Beliau lebih beruntung dari Mbak S, karena majikannya muslim. Sehingga sudah mendapat kesempatan umroh dan berhaji.
Turun di Doha International Airport, karena sudah dapat boarding pass Doha-Kathmandu dari Jakarta, santai-santai aja jalan ke Gate 10. Karena masih 2 jam-an, lihat-lihat Duty Free Shopnya Qatar Airport yang katanya The Biggest Duty Free.

Walau di negara Islam, tetep aja...jualannya  minuman beralkohol *Sigh* Saya juga heran. Ada beberapa merek coklat yang setahu saya sih gak bisa dipertanggungjawabkan kehalalannya. Eh dijual disitu, dan ibu-ibu muslimah bahkan bercadar banyak yang membeli.....*sigh*
Next time waktu pulang kalau saya sempet jalan-jalan lagi di Duty Free nya, akan saya tanyain ke petugas tokonya “ Is this chocolate HALAL?” or “Can you guarantee if this chocolate is HALAL?”
And then, Ow Oh....batere BB hampir habis. Alhamdulillah deket Gate 10 ada colokan buat ngecharge. Saya gak peduli, duduk aja sambil ngecharge...hihihihiy. Enaknya di Doha International Airport ada Free Wifi. So...a Whatsapp-an dan Twitteran bisa sambil nunggu batere penuh.
Eh.....akhirnya beberapa orang ngikutin saya juga ngecharge sambil ndodok...hihhiy. Cuek ajalah asal posisinya masih sopan :D Ada mahasiswa dari Saudi Arab yang barusan aja liburan di Indonesia. Begitu tahu saya dari Indonesia, ngobrol-ngobrol deh.
Keasyikan twitteran bikin saya gak denger lho kalau flight ke Kathmandu sudah boarding! Untung iseng- iseng nengok ke belakang...Yaa Rabb...udah antri panjaaaang. Kalau ketinggalan pesawat gimana coba! Udah di negara orang, gak ada visa lagi....Hadeeeh.
Akhirnya ikut antrian. Dan pas di counter. Ditimbang hand luggage. Kan agak berat karena ada buku-buku. Saya bilang aja bahwa saya akan sekolah jadi bawa buku..dan ini ada surgical loupe dan notebook.  Alhamdulillah...petugasnya malah bilang gini
“No worries Ma’am..... You will be in our first class”
Wooohoooo.....gak pernah lho naik pesawat pake first class..ini sekalinya langsung rute international. Alhamdulillah...senengnya.
Yang jelas..pelayanannya jelas jauhhhh banget berbeda.
Di first class Qatar Airways, duduk bersebelahan dengan orang Amerika yang mau trekking Himalaya. So..gak gitu banyak ngobrol sih..soalnya saya merasa lebih baik istirahat. Jadi abis makan siang...bobok aja.

Kathmandu

Akhirnya mendarat di Kathmandu, sudah agak malam. Jam 1800 ternyata dah gelap lho di Kathmandu.Saya langsung antri untuk visa on arrival dan imigrasi. Alhamdulillah...lancar. Bayar 40 USD  untuk 1 bulan Visa. Keluar dari imigrasi langsung ke tempat ambil bagasi.
Airport International Kathmandu sangat sederhana...aduh...Cengkareng jauuuuh lebih bagus.  Bagasi agak lama deh nunggunya. Sekitar 1 jam. Ada petugas menawarkan untuk mencarikan. Eh ternyata....dimana-mana memang jaman sekarang gak ada yang gratis yaaaa..Pffftt.. Ujung-ujungnya abis Scan X Ray bagasi, doski minta TIP! Aseeeemm..tau gitu tak cari sendiri pak!
Nyebelin deh....dia bilang gini “ Please give me tip Ma’am.” Saya pun bertanya :”How much?” Terus dia bilang 10 USD (Dia tau kan kita pendatang belum tukar uang). Terus yaa sudahlah, saya kasih aja, yang penting saya mikirnya cepat nyampe guesthouse aja untuk istirahat.
Ehh...dia minta lagi ..” please give me one more 10 USD” Huh! Gundulmu to pak’e.. dengan tegas saya tolak..”NO! I dont have it!” Nyebelin...wong cuma 1 koper aja. Kalau di Indonesia kan 1 koper maximal Rp 20.000

Nyampe di pintu keluar....Tenzing, dari Nima GuestHouse dah jemput. Sebelumnya udah pakai janjian sih..kalo saya  bakalan pakai black dress and pink headscarf. Hehehhe..
Nyampe mobil jemputan, asli shock! Hiiihihihi...mobilnya ketiiilll...kayak mobilnya Mr Bean.
Ah sudahlah....udah gelap dan dingin (10 derajat-an), pengennya cepet nyampe aja.
Begitu nyampe di Guesthouse, kaget nomer 2 lagi...kamarnya buesaaaarrr ada 3 bed. Tapiiii...huhuhuhuhu....nggak ada heater !!! Yaa Salam! L
Akhirnya saya  tidur pun harus berlapis2 deh bajunya. Sama pihak guesthouse dikasih 2 selimut setebal bed cover gitu....

Besoknya, breakfast jam 7.30-an dan ready to go to the hospital. Tenzing nganterin how to walk to hospital. They said it will takes 10 minutes to walk....kenyataannya!! 30 menit sodara-sodara...hadeeh..

Tapi gak papa..dinikmatin aja....Ngeliat sekeliling..ya Allah..terenyuh banget. Kathmandu ternyata, modelnya persis kayak Indonesia jaman 70-an kalik....
Public Transportnya, gedung-gedungnya, model jalannya yang gak aspal....Wow.....



Enaknya disini living cost gak gitu mahal. Dan untuk dokter mata, bisa hands on alias operasi langsung di mata orang gitu...Gak Cuma asisten tapi bener-bener bimbingan langsung.
Sampai di Tilganga, saya langsung ke Academic Training Department, ketemu coordinatornya dan terus ketemu Prof H dan C istrinya. Lalu mulai deh...operasi. Alhamdulillah, hari itu hari operasi. Jadi langsung lho bimbingan ama Prof H. Ada 1 kasus yang jarang aku dapatkan di Surabaya. Alhamdulillah

Hands on Training with Dr H my USA mentor

Sesuai dengan tujuan kedatangan saya disini yaitu untuk hands on training strabismus surgery. Nah, kalau di Utah tuh (Amerika pada umumnya sih), dokter asing kan kudu ujian USMLE dulu yang notebene persyaratannya sangat berat, jadi selama di Utah hanya bisa asistensi. Karena dari itu, Dr H mengusahakan aku hands on training (operasi mandiri dengan supervisi) di RS di Kathmandu ini yang merupakan jejaring dari RS tempat fellowship saya di Utah.

Alhamdulillah, kerjain pasien dengan Dr H, dan Dr lokal disini yaitu Dr U dan Dr S, berjalan amat menyenangkan. Banyak kasus-kasus sulit yang saya jarang temui di Surabaya, bisa dipelajari disini.

Untuk hari operasi disini : Selasa, Rabu dan Jumat. Sedangkan untuk hari klinik: Minggu, Senin, Kamis. Sabtu di Nepal libur.

Begitu Dr H balik ke USA, saya bimbingan dengan dokter lokal di RS ini yaitu Dr S dan Dr U. Keduanya ramah, pintar dan cekatan sekali dalam memeriksa pasien dan dalam mengerjakan operasi. Pokoknya teladan deh. Mereka juga mengembangkan tehnik operasi yang bisa memungkinkan operasi strabismus dikerjakan lebih cepat (kalau tehnik Dr H sih lege artisnya ya jadi bener bener step by step), sehingga bisa dikerjakan dengan tanpa bius umum. Cukup bius lokal dengan retrobulbar block.

Di RS ini jam masuk 8.30. Kecuali hari Senin dan Rabu, ada scientific session berupa literature review residen, atau kadang kalau ada dokter tamu dari luar, seperti Dr H, diminta memberikan presentasi di sana.



Pendiri RS ini ialah calon penerima CNN award, yaitu Dr Sanduk Ruit. Beliau sangat hebat. Dalam bidang ilmu ophthalmology sendiri maupun cara beliau berdiplomasi dan membuat networking dengan pihak luar. Sehingga RS ini banyak mendapat donasi dari berbagai LSM internasional di bidan kesehatan mata, baik dalam hal sarana-prasarana maupun exchange resident dan stafnya. Jadi residen dan stafnya dapat berkesempatan untuk belajar di pusat pendidikan spesialis mata di luar negeri (dalam hal ini USA dan Australia).

Dalam seharinya operasi minor maupun mayor yang dilakukan bisa berkisar 50-75 kasus. Ada 6 kamar operasi (dimana terdiri dari 7 atau 8 bed untuk operasi mayor dan 4 bed untuk operasi minor).

Jumlah seluruh staf berkisar 25 orang dengan residen hanya sekitar 15-20 orang. Jauh dibanding jumlah residen di Indonesia. Kayaknya udah salah kaprah ya. Gimana coba transfer of knowledgenya kalau jumlah staf dan residen udah gak seimbang begini.
OK deh..untuk hal ini saya gak berani komentar banyak karena juga gak banyak mencari tahu seperti apa pendidikan di Tilganga ini. Keterbatasan waktu.

Keluarga Mr Nima dan kehidupan sebagai Nepalese people

Selama di Kathmandu, saya tinggal di guest house milik Keluarga Mr Nima. Ada sekitar 5 kamar kosong dengan 2 kamar mandi (bath up dan shower + water heater). Cukup nyaman karena pemiliknya sangat ramah sehingga berasa seperti rumah sendiri.

Ini penampakan kamar kos-kosan saya dan juga kamar mandinya. Perhatikan deh...huhuhuh..baru nyadar setelah 3 minggu lebih kalau tutup jendela kamar mandinya ternyata dari plastik kresek T_T




Asalnya saya agak kecewa karena Himalayan Cataract Project menempatkan saya untuk stay disini. Karena harus menempuh jarak 30 menit jalan kaki untuk menuju ke RS. Later on, saya malah bersyukur karena di Nima’s guest house, saya diberi fasilitas breakfast dan dinner (lunch dari RS). Sementara kalau stay di apartemen RS, tidak ada fasilitas itu, jadi harus memasak sendiri, yang menurut saya cukup ribet mengingat disini grocery store gak ada yang bisa walking distance jadi kudu naik taxi dulu .Dan saya cukup takut untuk naik taksi disini..bukan apa-apa..ngeri soalnya gak tahu jalan dan disini tuh gak ada yang namanya complete address kayak misalnya Jl. Kenari No 5 Kathmandu. Gak ada tuh kayak gitu. Yang ada cuma nama area...hihihi...mana tulisan semua kan Nepali letter tuh...Wuah.....berasa kayak buta huruf. Nggak deh naik taksi sendirian. Sistemnya sih nawar dulu ya, jadi gak ada tuh yang namanya muter-muter buat naikin argo, tapi...takut aja gitu :)

Selama 1 bulan disini cuma 3 kali naik taksi. Yang pertama pulang dari Hotel Tibet (tempat nginepnya Dr H karena abis diajak jalan-jalan ke Durbar Square oleh Dr H dan C-istrinya), terus yang dua kali ama temen-temen residen dari Cambodia. Itupun cuma ke Supermarket. Beli groceries.

Oya, balik ke keluarga Mr Nima. Mr Nima punya istri namanya Mama Gaga. Mereka ini asli orang tibet. Dari gunung Himalaya sana deh asalnya. Karena miskin, mereka merantau ke Kathmandu, dan bekerja pada expatriat dari New Zealand. Mr Nima sebagai chef dan Mama Gaga sebagai house cleaner gitu deh. Sampai akhirnya ekspatriat itu pulang ke negara asalnya untuk selamanya. Dan sebelum itu, mereka melatih Mr Nima untuk bisnis. Akhirnya Mr Nima dilatih bisnis homemade dryfood gitu deh untuk turis-turis yang trekking ke Himalaya atau Mount Everest.
 Jadi produknya Mr Nima itu: soup sachet (model knorr gitu loh), terus muesli, cereal dll untuk bekal para turis bule yang trekking.

Mereka ada 3 anak yang 2 di USA dan yang 1 ini Dadoma ialah guru TK di Kathmandu dan Tenzing suaminya (kalau gak salah kerja di bidang trekking / pariwisata gitu deh). Mereka ada 2 anak : Nima junior dan Tzering yang cerdas-cerdas. Rajin banget belajar. Pokoknya maghrib pasti dah siap di ruang belajar. Kadang ditemani ayah mereka. Seneng deh ngeliatnya.

This is Nima's family

Pas saya di Kathmandu ini (November – Desember) ialah periode early winter. Tapi biar namanya early..suhu sampai 2 derajat lho T_T huhuhuhu...
Lain dengan di USA, di Nepal rasanya warganya tidak mengenal heater. Bisa dimaklumi sih, selain dari faktor ekonomi, listrik di Nepal hampir tiap hari mati selama 10 jam. Karena Nepal pembangkit listriknya pakai Pembangkit Listrik Tenaga Air, dan pada musim winter biasanya dry season sehingga debet air sungai berkurang, nah..hal ini jadi sebab listrik mati deh tiap hari (giliran pemadaman).

Akibatnya untuk mengusir dingin, ya dirumah pakai pakaian winter lengkap gitu deh. Jaket, topi winter sampai kalau perlu sarung tangan hehehe. Kaus kaki, juga baju rangkapan (long john dobel-dobel), terakhir menjelang kepulangan ini, saya memerlukan 4 (iya...empat) selimut setebal bed cover untuk menemani saya tidur. Hhehehe..

Pagi-pagi dingin banget. Walau sudah sekitar pukul 7.30, tangan masih berasa beku dan kalau bernafas, masih keluar deh asap dari hidung kita. Hihiihi..awalnya saya ngirain kok banyak banget orang di jalan merokok pagi-pagi. Eh gak taunya asap dari nafas mereka :D
Beberapa orang menghangatkan badan dengan cara membuat “api unggun” kecil dan mereka berkeliling untuk menghangatkan badan sambil ngobrol-ngobrol gitu.
Seperti gini nih


Biasanya mereka juga membuat milk tea (apa ya namanya dalam bahasa Nepali), semacam teh tarik gitu deh. Enak memang. Badan jadi hangat. Tapi saya gak tahan dengan segala jenis minuman berkafein L Beberapa hari minum milk tea, akhirnya extra systole jadi keluar. Jantung rasanya gak teraturan deh detaknya. Ya sudah, konsul ke pakar Food Combining, disarankan back to juklak FC dan untuk ngusir dinginnya cukup air hangat + lime/lemon. Alhamdulillah-irama jantung kembali normal dan badan lebih nyaman.

Makanan pokok disini namanya Dhal Bat. Dhal ialah sejenis sup lentil (chickpeas ?) yang kalau menurut saya sih bentuknya kaya bubur kacang ijo namun rasanya asin gurih :D dan Bat ialah nasi.
Jadi makanan pokoknya ya itu deh..nasi + sop lentil itu. Kedua makanan ini pasti ada di setiap lunch ataupun dinner. Kadang kali mereka kasih variasi ayam atau omelette atau sayur lain sebagai lauk.
Saya sih lebih memilih berhati-hati untuk tidak mengkonsumsi daging apapun di Nepal ini karena alasan religius. Jadi saya menjadi vegetarian, namun tetap mengkonsumsi telor dan ikan (bila ada karena jarang banget :D)

Pendidikan di Nepal gratis sampai year 10 (kira-kira SMA ya). Dan juga kesehatan disini terbilang murah sehingga terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Mungkin kedua hal penting yang terjamin ini membuat orang-orang disini merasa tenang. Mungkin lho ya..wong ini cuma pengamatan selama sebulan. Maksud saya...oke deh miskin. Tapi kalau soal sekolah anak dan kesehatan gak jadi masalah rasanya hidup lebih nyaman. Ya gak sih? (nyesek inget di Indonesia pendidikan dan kesehatan amatlah sangat mahalnya).

Suasana di Nepal ini ya kayak indonesia jaman dahulu banget gitu. Mall aja modelnya kayak Pasar Turi kalau di Surabaya atau kalau di Jakarta modelnya kayak..apa yaa..Pasar Baru juga kebagusan deh. Barang-barangnya jujur norak wkwkwkwkwk....gak selera deh pokoknya makanya gak beli apa-apa disini. Banyak open market, cuma kayaknya kita mendingan beli di toko dengan fixed price. Karena kan kita susah nawarnya dan juga kendala bahasa.

Selama sebulan di Kathmandu sih praktis gak sempet kemana-mana. Selain 6 days in a week repot di RS, pas sabtu juga palingan beli groceries aja. Agak malas mau kemana-mana sendirian (selain suami juga nggak ngijinin sih). Jadi ya, gak lihat keindahan alam Nepal yang sebenarnya. Yang dilihat ya Kathmandu (sebagian kecil sih....Cuma Chabahil dan Gaushala aja—Thamel yang daerah turis aja nggak) yang semrawut ini, tapi mulai makin berasa akrab tinggal disini :)

Funny Memories

Beberapa hal lucu terjadi waktu saya training di Kathmandu ini. Yang pertama ialah, ketika mentor Dr U mendapatkan kiriman snack dari pasien. Bentuknya tuh kayak di foto ini. Nah kalau lihat fotonya, gak salah dong kalau saya mengira itu semacam karamel. “Wah, manis nih...” pikir saya.



Abis itu Dr U juga bilang “ You should try this, unique snack of Nepal” dan saya pun berpikir...OK deh.
Lalu...saya berusaha menggigitnya ‘HAP’..lho..kok keras...Ya Allah..asli keraaaaaaaassss banget kayak batu T_T 

Melihat mimik muka saya berubah, Dr U pun tertawa dan berkata “ You cannot eat this that way. You should eat this just like you eat hard candy.” OK deh kakak....jadi maksudnya diemut gitu? Saya pun bersiap mengemut dan bersiap pula menerima sensasi manis karamel (minimal gula jawa lah-kalau dari bentuknya kan?) di lidah saya. Ta...ta..pi...errr....mana manisnya? Ini sih GAK ADA RASANYA!!! DAN KERAAASSS. Ya Rabb....what’s the point of snacking such a tasteless and hard thing? Bagaikan mengemut batu??? T_T Dan Dr U tetap menikmati sambil ngeliatin saya yang dah salting banget antara pengen lepeh dan takut ketauan.

Sampai 20 menit pun suasana hening, karena baik Dr U , Dr S dan nurse lagi menikmati “BATU” ini. Dan saya menjadi lebih pingin ngelepehin (aduh apa ya bahasa indonesianya? Memuntahkan??) “BATU” ini. Alhamdulillah ada pasien masuk, anak kecil, rada rewel. Jadi kedua mentor berusaha memeriksa si pasien ini dengan indirek oftalmoskop dan membelakangi saya. Alhamdulillah...Hup...Saya lepeh deh tuh batu...taruh di kantong yang didalamnya udah ada tissue yang sudah saya siapkan...Pheeeewww legaaa.

Nah, later on....di akhir klinik. Saya nanya ke Nurse ketika kedua mentor udah gak ada.” Ini apaan sih namanya? “ kata saya ke Nurse. Si Monisha (the Nurse) bilang...”Hmm..itu namanya Chhurpi”
“Oooh Churrpi. Terus gimana caranya kok bisa keras?” kata saya.
Dan Monisha dengan santainya cerita, ”jadi...chhurpi ini terbuat dari susu hewan tibetian Yak terus di masak, lalu bla bla bla....endespre....endesbre....endespree.. endesbre..”
Saya udah gak denger lagi apa kata Monisha. Mendadak sontak lemes sekaligus mual mbayangin itu tadi ternyata Susu Yak T_T Eeuwwww...
Untunglah setelah saya mencari informasi, Yak ialah hewan herbivora 100%, maka dari itu susunya pun halal. But.....still... :( Eeeuuwwww..... *sickface*

 

Hihihihihihi...,kalau sekarang sih bisa ngakak....kalau inget gini. Pas kejadian huwaaaaaa.....kaget banget. Herannya, ada 3 temen yang minta dioleh-olehin Chhurpi nih. Penasaran ama cerita saya di twitter kayaknya. Hahahahahaha
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nah, dalam hari yang sama pas saya kemakan Susu Yak, ada kejadian lucu lagi. Kemarennya kan saya dapat kasus untuk saya operasi mandiri (dengan bimbingan mentor). Udah selesai dioperasi. Alhamdulillah operasi juga berjalan lancar tanpa ada komplikasi. Karena operasinya kemaren, hari ini si pasien kontrol. Pasien ini anak remaja 17 tahunan gitu deh, dia juling keluar seperti foto ini (ini bukan foto pasien yah...berasa gak etis aja menampilkan foto pasien di blog. Foto ini diambil dari google image)



Dan kemudian setelah dioperasi, hari ini saya cek alhamdulillah sudah lurus matanya kayak gini


Setelah pemeriksaan selesai oleh mentor (mentor juga ngecek, sekalian yang kasih edukasi kan Dr U wong saya gak bisa bahasa Nepali). Dr U beberapa kali saya lihat rada ngotot ngomong ke ibunya pasien. Nah saya agak khawatir deh..kenapa? Saya juga jadi serem. Apa complain. Tapi kok saya lihat semuanya baik. Luka operasi baik. Mata kembali lurus.

Dr U akhirnya pun tertawa terbahak-bahak dan manggil saya. “ Rozalina, the mother complain, why the eye of the daughter now at the center. And I told Mom that is our target. To bring back her eyes to the center, so the eyes are straight” =)) 

 Ya Rabb....jadi si emak ini komplen kenapa mata anaknye sekarang lurus ditengah? Lah...kenapa lu nyuruh dioperasi?? Bagaimana sih? Hihihihiy.


Cerita aneh ketiga dalam bulan ini dijuarai oleh Monisha. Hihihihiy...Ya Nurse di klinik Pediatri Ophthalmology & Strabismus di RS ini.

Jadi ceritanya gini, si Monisha ini kayaknya rada-rada aneh gitu ngeliat saya. Dari Indonesia....(Indonesia dimana aja kayaknya dia gak tau dan gak bisa bayangin), Perempuan, Muslim Kebetulan saya berhijab lebar—yang menurut pandangan orang luar kan biasanya perempuan berpenampilan seperti saya gini ialah tipikal yang gak bisa sekolah-gak kerja dan dirumah aja. Yes, this is sad but true. Tipikal orang non muslim, kalau lihat perempuan muslim itu bawaannya kasian aja. Mereka merasa perempuan muslim itu makhluk paling teraniaya sedunia. Kita gak usah bicarakan kewajiban perempuan dirumah dll (karena kan mereka juga non muslim gitu lho..mana mereka ngerti itu). Tapi saya di USA maupun di Nepal ini memang bolak balik ditanyain. “Kamu bener dokter?” “Kamu memangnya ngerjain operasi mata?”  Seperti gak yakin, bahwa perempuan muslim walau di jazirah arab pun juga jadi dentist, dokter dll dll.

OK sudahlah..lets skip that part. Yang jelas Monisha ini sangat amaze dengan saya.

Saya pun bolak balik di fotonya pakai HP nya. Dari tampak kanan, tampak kiri, tampak depan, tampak belakang #opotoiki Hahahah..
Puas foto, dia pengen ngobrol sama saya. Berhubung masih belum terlalu sore ya saya ladenin lah. Topik dari masalah suami kerja dimana, anak-anak umur berapa dll dll.

Sampai tiba di topik ini

“Rozalina, what is the staple food in your country” kata Monisha
“We eat rice” kata saya
“Rice? Ooo...so...you cook the rice first, or you directly eat the rice?”

WHATTT??? *ZoomInZoomOut* *Mata Mendelik* #LelySagitaModeOn

Yaa Salam...memang gue dikira ayam? Makan beras??? Cih!!!

Hahahahahha...Monisha Monisha...ada-ada aje lu..

Sampai saya terakhir nulis ini, perjalanan saya di Nepal sudah menginjak hari ke 25. Tinggal 5 hari lagi saya di Kathmandu. Dengan niat untuk mencari ilmu dan mengamalkannya demi mendapat ridha Allah SWT *Aamiin* semoga sisa hari saya di Nepal ini berjalan lancar. Dilindungi Allah dalam perjalanan pulang dan sampai dengan selamat di Surabaya. 

Bertemu dengan buah hati tercinta, Shafiya dan Rayyan serta belahan jiwaku: Bambang Subakti Zulkarnain :* 

Miss you sooooooo much guys!!

No comments: