Disclaimer : Apa yang dituliskan disini hanya pengamatan dan pengalaman
selama sebulan berdiam di salah satu wilayah kota Kathmandu yaitu daerah
Chabahil dan bekerja (hands on training) di salah satu rumah sakit mata di
daerah Gaushala-Kathmandu. Jadi...mungkin persepsi saya salah, ya maap. Karena
ya itu tadi....cuma berdasarkan pengalaman dan pengamatan sebulan dari pojok
kota Kathmandu.
Why Nepal?
Hehehe..pasti kalian bertanya-tanya kenapa saya
berkunjung ke Kathmandu-Nepal. Sebenarnya ini semacam ‘reward’ karena saya rajin,cerdas dan tidak sombong...eciiiyeeeciiyee..dari tempat saya
melanjutkan pendidikan profesional (fellowship) di salah satu state university
di Salt Lake City-Utah selama 3 bulan pada April-Juli 2012 ini. Atas bantuan
Professor yang menjadi mentorku di sana, maka saya berhasil mendapat fasilitas dari
sebuah lembaga NGO Amerika dibidang kesehatan mata untuk melakukan Hands On
Training di rumah sakit mata di Kathmandu ini.
Jadilah...here I am....now Stranded studying at Kathmandu-Nepal
Hari-hari pertama
Berangkat dari Surabaya
tanggal 14 November 2012. Karena pihak pemberi beasiswa membelikan tiket Qatar
Airways, jadi harus ke Jakarta dulu. Flight jam 20-an dan nyampe Jakarta, ke
terminal international untuk Qatar Airways.
Saya dah takut banget nih..bukan apa2..jatah bagasi Cuma 23 kilo! Lah
ini bekal indomie, rendang dll....hihihihi..ditimbang overweight 5 kilo.
Pheew...mesti bayar berapa nih untuk extra bagage.
Alhamdulillah petugas
Qatar Airways, baik hati. Saya dibebaskan biaya kelebihan baik bagasi maupun
hand luggage :)
Lewat imigrasi dan naik
pesawat Alhamdulillah berkat doa Suami, Shafiya dan Rayyan, Ompung Mora, Ompung
Raja, Yangti, Yangkung semua berjalan lancar.
OK..on the way ke
Doha-Qatar...Bismillahirrahmanirrahim.
Didalam pesawat,
Alhamdulillah dapat seat enak. Depan dan di Aisle. Bersebelahan dengan mbak S
yang bekerja menjadi TKI di Dubai, membuat saya banyak-banyak bersyukur.
Kasihan mbak S. Kedua putranya ditinggal di desa, sementara beliau hanya
mendapat ijin pulang setahun sekali. Semoga Allah bantu dan melindungi beliau
terus. Juga di depan saya, TKI Bapak M dari Makasar yang bekerja sebagai supir
di Dammam. Beliau lebih beruntung dari Mbak S, karena majikannya muslim.
Sehingga sudah mendapat kesempatan umroh dan berhaji.
Turun di Doha
International Airport, karena sudah dapat boarding pass Doha-Kathmandu dari
Jakarta, santai-santai aja jalan ke Gate 10. Karena masih 2 jam-an, lihat-lihat
Duty Free Shopnya Qatar Airport yang katanya The Biggest Duty Free.
Walau di negara Islam,
tetep aja...jualannya minuman beralkohol
*Sigh* Saya juga heran. Ada beberapa merek coklat yang setahu saya sih gak bisa
dipertanggungjawabkan kehalalannya. Eh dijual disitu, dan ibu-ibu muslimah bahkan
bercadar banyak yang membeli.....*sigh*
Next time waktu pulang
kalau saya sempet jalan-jalan lagi di Duty Free nya, akan saya tanyain ke
petugas tokonya “ Is this chocolate HALAL?” or “Can you guarantee if this
chocolate is HALAL?”
And then, Ow Oh....batere
BB hampir habis. Alhamdulillah deket Gate 10 ada colokan buat ngecharge. Saya
gak peduli, duduk aja sambil ngecharge...hihihihiy. Enaknya di Doha
International Airport ada Free Wifi. So...a Whatsapp-an dan Twitteran bisa sambil
nunggu batere penuh.
Eh.....akhirnya beberapa
orang ngikutin saya juga ngecharge sambil ndodok...hihhiy. Cuek ajalah asal
posisinya masih sopan :D Ada mahasiswa dari Saudi Arab yang barusan aja liburan
di Indonesia. Begitu tahu saya dari Indonesia, ngobrol-ngobrol deh.
Keasyikan twitteran bikin
saya gak denger lho kalau flight ke Kathmandu sudah boarding! Untung iseng- iseng
nengok ke belakang...Yaa Rabb...udah antri panjaaaang. Kalau ketinggalan
pesawat gimana coba! Udah di negara orang, gak ada visa lagi....Hadeeeh.
Akhirnya ikut antrian.
Dan pas di counter. Ditimbang hand luggage. Kan agak berat karena ada
buku-buku. Saya bilang aja bahwa saya akan sekolah jadi bawa buku..dan ini ada
surgical loupe dan notebook.
Alhamdulillah...petugasnya malah bilang gini
“No worries Ma’am.....
You will be in our first class”
Wooohoooo.....gak pernah
lho naik pesawat pake first class..ini sekalinya langsung rute international.
Alhamdulillah...senengnya.
Yang jelas..pelayanannya
jelas jauhhhh banget berbeda.
Di first class Qatar
Airways, duduk bersebelahan dengan orang Amerika yang mau trekking Himalaya.
So..gak gitu banyak ngobrol sih..soalnya saya merasa lebih baik istirahat. Jadi
abis makan siang...bobok aja.
Kathmandu
Akhirnya mendarat di
Kathmandu, sudah agak malam. Jam 1800 ternyata dah gelap lho di Kathmandu.Saya langsung
antri untuk visa on arrival dan imigrasi. Alhamdulillah...lancar. Bayar 40 USD untuk 1 bulan Visa. Keluar dari imigrasi
langsung ke tempat ambil bagasi.
Airport International
Kathmandu sangat sederhana...aduh...Cengkareng jauuuuh lebih bagus. Bagasi agak lama deh nunggunya. Sekitar 1
jam. Ada petugas menawarkan untuk mencarikan. Eh ternyata....dimana-mana memang
jaman sekarang gak ada yang gratis yaaaa..Pffftt.. Ujung-ujungnya abis Scan X
Ray bagasi, doski minta TIP! Aseeeemm..tau gitu tak cari sendiri pak!
Nyebelin deh....dia
bilang gini “ Please give me tip Ma’am.” Saya pun bertanya :”How
much?” Terus dia bilang 10 USD (Dia tau kan kita pendatang belum tukar
uang). Terus yaa sudahlah, saya kasih aja, yang penting saya mikirnya cepat
nyampe guesthouse aja untuk istirahat.
Ehh...dia minta lagi ..”
please give me one more 10 USD” Huh! Gundulmu to pak’e.. dengan tegas saya tolak..”NO!
I dont have it!” Nyebelin...wong cuma 1 koper aja. Kalau di Indonesia kan 1
koper maximal Rp 20.000
Nyampe di pintu
keluar....Tenzing, dari Nima GuestHouse dah jemput. Sebelumnya udah pakai
janjian sih..kalo saya bakalan pakai
black dress and pink headscarf. Hehehhe..
Nyampe mobil jemputan,
asli shock! Hiiihihihi...mobilnya ketiiilll...kayak mobilnya Mr Bean.
Ah sudahlah....udah gelap
dan dingin (10 derajat-an), pengennya cepet nyampe aja.
Begitu nyampe di
Guesthouse, kaget nomer 2 lagi...kamarnya buesaaaarrr ada 3 bed.
Tapiiii...huhuhuhuhu....nggak ada heater !!! Yaa Salam! L
Akhirnya saya tidur pun harus berlapis2 deh bajunya. Sama
pihak guesthouse dikasih 2 selimut setebal bed cover gitu....
Besoknya, breakfast jam
7.30-an dan ready to go to the hospital. Tenzing nganterin how to walk to
hospital. They said it will takes 10 minutes to walk....kenyataannya!! 30 menit
sodara-sodara...hadeeh..
Tapi gak papa..dinikmatin
aja....Ngeliat sekeliling..ya Allah..terenyuh banget. Kathmandu ternyata,
modelnya persis kayak Indonesia jaman 70-an kalik....
Public Transportnya, gedung-gedungnya,
model jalannya yang gak aspal....Wow.....
Enaknya disini living
cost gak gitu mahal. Dan untuk dokter mata, bisa hands on alias operasi
langsung di mata orang gitu...Gak Cuma asisten tapi bener-bener bimbingan
langsung.
Sampai di Tilganga, saya langsung ke Academic Training Department, ketemu
coordinatornya dan terus ketemu Prof H dan C istrinya. Lalu mulai deh...operasi.
Alhamdulillah, hari itu hari operasi. Jadi langsung lho bimbingan ama Prof H.
Ada 1 kasus yang jarang aku dapatkan di Surabaya. Alhamdulillah
Hands on Training with Dr H my USA mentor
Sesuai dengan tujuan kedatangan saya disini yaitu untuk hands on training
strabismus surgery. Nah, kalau di Utah tuh (Amerika pada umumnya sih), dokter
asing kan kudu ujian USMLE dulu yang notebene persyaratannya sangat berat, jadi
selama di Utah hanya bisa asistensi. Karena dari itu, Dr H mengusahakan aku
hands on training (operasi mandiri dengan supervisi) di RS di Kathmandu ini
yang merupakan jejaring dari RS tempat fellowship saya di Utah.
Alhamdulillah, kerjain pasien dengan Dr H, dan Dr lokal disini yaitu Dr U
dan Dr S, berjalan amat menyenangkan. Banyak kasus-kasus sulit yang saya jarang
temui di Surabaya, bisa dipelajari disini.
Untuk hari operasi disini : Selasa, Rabu dan Jumat. Sedangkan untuk hari
klinik: Minggu, Senin, Kamis. Sabtu di Nepal libur.
Begitu Dr H balik ke USA, saya bimbingan dengan dokter lokal di RS ini
yaitu Dr S dan Dr U. Keduanya ramah, pintar dan cekatan sekali dalam memeriksa
pasien dan dalam mengerjakan operasi. Pokoknya teladan deh. Mereka juga
mengembangkan tehnik operasi yang bisa memungkinkan operasi strabismus
dikerjakan lebih cepat (kalau tehnik Dr H sih lege artisnya ya jadi bener bener
step by step), sehingga bisa dikerjakan dengan tanpa bius umum. Cukup bius
lokal dengan retrobulbar block.
Di RS ini jam masuk 8.30. Kecuali hari Senin dan Rabu, ada scientific
session berupa literature review residen, atau kadang kalau ada dokter tamu
dari luar, seperti Dr H, diminta memberikan presentasi di sana.
Pendiri RS ini ialah calon penerima CNN award, yaitu Dr Sanduk Ruit. Beliau
sangat hebat. Dalam bidang ilmu ophthalmology sendiri maupun cara beliau
berdiplomasi dan membuat networking dengan pihak luar. Sehingga RS ini banyak
mendapat donasi dari berbagai LSM internasional di bidan kesehatan mata, baik
dalam hal sarana-prasarana maupun exchange resident dan stafnya. Jadi residen
dan stafnya dapat berkesempatan untuk belajar di pusat pendidikan spesialis
mata di luar negeri (dalam hal ini USA dan Australia).
Dalam seharinya operasi minor maupun mayor yang dilakukan bisa berkisar
50-75 kasus. Ada 6 kamar operasi (dimana terdiri dari 7 atau 8 bed untuk operasi
mayor dan 4 bed untuk operasi minor).
Jumlah seluruh staf berkisar 25 orang dengan residen hanya sekitar 15-20
orang. Jauh dibanding jumlah residen di Indonesia. Kayaknya udah salah kaprah
ya. Gimana coba transfer of knowledgenya kalau jumlah staf dan residen udah gak
seimbang begini.
OK deh..untuk hal ini saya gak berani komentar banyak karena juga gak
banyak mencari tahu seperti apa pendidikan di Tilganga ini. Keterbatasan waktu.
Keluarga Mr Nima dan kehidupan sebagai Nepalese people
Selama di Kathmandu, saya tinggal di guest house milik Keluarga Mr Nima.
Ada sekitar 5 kamar kosong dengan 2 kamar mandi (bath up dan shower + water
heater). Cukup nyaman karena pemiliknya sangat ramah sehingga berasa seperti
rumah sendiri.
Ini penampakan kamar kos-kosan saya dan juga kamar mandinya. Perhatikan deh...huhuhuh..baru nyadar setelah 3 minggu lebih kalau tutup jendela kamar mandinya ternyata dari plastik kresek T_T
Asalnya saya agak kecewa karena Himalayan Cataract Project menempatkan saya
untuk stay disini. Karena harus menempuh jarak 30 menit jalan kaki untuk menuju
ke RS. Later on, saya malah bersyukur karena di Nima’s guest house, saya diberi
fasilitas breakfast dan dinner (lunch dari RS). Sementara kalau stay di
apartemen RS, tidak ada fasilitas itu, jadi harus memasak sendiri, yang menurut
saya cukup ribet mengingat disini grocery store gak ada yang bisa walking
distance jadi kudu naik taxi dulu .Dan saya cukup takut untuk naik taksi
disini..bukan apa-apa..ngeri soalnya gak tahu jalan dan disini tuh gak ada yang
namanya complete address kayak misalnya Jl. Kenari No 5 Kathmandu. Gak ada tuh
kayak gitu. Yang ada cuma nama area...hihihi...mana tulisan semua kan Nepali
letter tuh...Wuah.....berasa kayak buta huruf. Nggak deh naik taksi sendirian.
Sistemnya sih nawar dulu ya, jadi gak ada tuh yang namanya muter-muter buat
naikin argo, tapi...takut aja gitu :)
Selama 1 bulan disini cuma 3 kali naik taksi. Yang pertama pulang dari
Hotel Tibet (tempat nginepnya Dr H karena abis diajak jalan-jalan ke Durbar
Square oleh Dr H dan C-istrinya), terus yang dua kali ama temen-temen residen
dari Cambodia. Itupun cuma ke Supermarket. Beli groceries.
Oya, balik ke keluarga Mr Nima. Mr Nima punya istri namanya Mama Gaga.
Mereka ini asli orang tibet. Dari gunung Himalaya sana deh asalnya. Karena
miskin, mereka merantau ke Kathmandu, dan bekerja pada expatriat dari New
Zealand. Mr Nima sebagai chef dan Mama Gaga sebagai house cleaner gitu deh.
Sampai akhirnya ekspatriat itu pulang ke negara asalnya untuk selamanya. Dan
sebelum itu, mereka melatih Mr Nima untuk bisnis. Akhirnya Mr Nima dilatih
bisnis homemade dryfood gitu deh untuk turis-turis yang trekking ke Himalaya
atau Mount Everest.
Jadi produknya Mr Nima itu: soup sachet (model knorr gitu loh), terus
muesli, cereal dll untuk bekal para turis bule yang trekking.
Mereka ada 3 anak yang 2 di USA dan yang 1 ini Dadoma ialah guru TK di
Kathmandu dan Tenzing suaminya (kalau gak salah kerja di bidang trekking /
pariwisata gitu deh). Mereka ada 2 anak : Nima junior dan Tzering yang
cerdas-cerdas. Rajin banget belajar. Pokoknya maghrib pasti dah siap di ruang
belajar. Kadang ditemani ayah mereka. Seneng deh ngeliatnya.
This is Nima's family
Pas saya di Kathmandu ini (November – Desember) ialah periode early winter.
Tapi biar namanya early..suhu sampai 2 derajat lho T_T huhuhuhu...
Lain dengan di USA, di Nepal rasanya warganya tidak mengenal heater. Bisa
dimaklumi sih, selain dari faktor ekonomi, listrik di Nepal hampir tiap hari
mati selama 10 jam. Karena Nepal pembangkit listriknya pakai Pembangkit Listrik
Tenaga Air, dan pada musim winter biasanya dry season sehingga debet air sungai
berkurang, nah..hal ini jadi sebab listrik mati deh tiap hari (giliran
pemadaman).
Akibatnya untuk mengusir dingin, ya dirumah pakai pakaian winter lengkap
gitu deh. Jaket, topi winter sampai kalau perlu sarung tangan hehehe. Kaus
kaki, juga baju rangkapan (long john dobel-dobel), terakhir menjelang
kepulangan ini, saya memerlukan 4 (iya...empat) selimut setebal bed cover untuk
menemani saya tidur. Hhehehe..
Pagi-pagi dingin banget. Walau sudah sekitar pukul 7.30, tangan masih
berasa beku dan kalau bernafas, masih keluar deh asap dari hidung kita.
Hihiihi..awalnya saya ngirain kok banyak banget orang di jalan merokok pagi-pagi.
Eh gak taunya asap dari nafas mereka :D
Beberapa orang menghangatkan badan dengan cara membuat “api unggun” kecil
dan mereka berkeliling untuk menghangatkan badan sambil ngobrol-ngobrol gitu.
Seperti gini nih
Biasanya mereka juga membuat milk tea (apa ya namanya dalam bahasa Nepali),
semacam teh tarik gitu deh. Enak memang. Badan jadi hangat. Tapi saya gak tahan
dengan segala jenis minuman berkafein L Beberapa hari minum milk tea, akhirnya extra
systole jadi keluar. Jantung rasanya gak teraturan deh detaknya. Ya sudah,
konsul ke pakar Food Combining, disarankan back to juklak FC dan untuk ngusir
dinginnya cukup air hangat + lime/lemon. Alhamdulillah-irama jantung kembali
normal dan badan lebih nyaman.
Makanan pokok disini namanya Dhal Bat. Dhal ialah sejenis sup lentil
(chickpeas ?) yang kalau menurut saya sih bentuknya kaya bubur kacang ijo namun
rasanya asin gurih :D dan Bat ialah nasi.
Jadi makanan pokoknya ya itu deh..nasi + sop lentil itu. Kedua makanan ini
pasti ada di setiap lunch ataupun dinner. Kadang kali mereka kasih variasi ayam
atau omelette atau sayur lain sebagai lauk.
Saya sih lebih memilih berhati-hati untuk tidak mengkonsumsi daging apapun
di Nepal ini karena alasan religius. Jadi saya menjadi vegetarian, namun tetap
mengkonsumsi telor dan ikan (bila ada karena jarang banget :D)
Pendidikan di Nepal gratis sampai year 10 (kira-kira SMA ya). Dan juga
kesehatan disini terbilang murah sehingga terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Mungkin kedua hal penting yang terjamin ini membuat orang-orang
disini merasa tenang. Mungkin lho ya..wong ini cuma pengamatan selama sebulan.
Maksud saya...oke deh miskin. Tapi kalau soal sekolah anak dan kesehatan gak
jadi masalah rasanya hidup lebih nyaman. Ya gak sih? (nyesek inget di Indonesia
pendidikan dan kesehatan amatlah sangat mahalnya).
Suasana di Nepal ini ya kayak indonesia jaman dahulu banget gitu. Mall aja
modelnya kayak Pasar Turi kalau di Surabaya atau kalau di Jakarta modelnya
kayak..apa yaa..Pasar Baru juga kebagusan deh. Barang-barangnya jujur norak
wkwkwkwkwk....gak selera deh pokoknya makanya gak beli apa-apa disini. Banyak
open market, cuma kayaknya kita mendingan beli di toko dengan fixed price.
Karena kan kita susah nawarnya dan juga kendala bahasa.
Selama sebulan di Kathmandu sih praktis gak sempet kemana-mana. Selain 6
days in a week repot di RS, pas sabtu juga palingan beli groceries aja. Agak
malas mau kemana-mana sendirian (selain suami juga nggak ngijinin sih). Jadi
ya, gak lihat keindahan alam Nepal yang sebenarnya. Yang dilihat ya Kathmandu
(sebagian kecil sih....Cuma Chabahil dan Gaushala aja—Thamel yang daerah turis
aja nggak) yang semrawut ini, tapi mulai makin berasa akrab tinggal disini :)
Funny Memories
Beberapa hal lucu terjadi waktu saya training di Kathmandu ini. Yang
pertama ialah, ketika mentor Dr U mendapatkan kiriman snack dari pasien.
Bentuknya tuh kayak di foto ini. Nah kalau lihat fotonya, gak salah dong kalau
saya mengira itu semacam karamel. “Wah, manis nih...” pikir saya.
Abis itu Dr U juga bilang “ You should try this, unique snack of Nepal” dan
saya pun berpikir...OK deh.
Lalu...saya berusaha menggigitnya ‘HAP’..lho..kok keras...Ya Allah..asli
keraaaaaaaassss banget kayak batu T_T
Melihat mimik muka saya berubah, Dr U pun tertawa dan berkata “ You cannot
eat this that way. You should eat this just like you eat hard candy.” OK deh
kakak....jadi maksudnya diemut gitu? Saya pun bersiap mengemut dan bersiap pula
menerima sensasi manis karamel (minimal gula jawa lah-kalau dari bentuknya
kan?) di lidah saya. Ta...ta..pi...errr....mana manisnya? Ini sih GAK ADA
RASANYA!!! DAN KERAAASSS. Ya Rabb....what’s the point of snacking such a
tasteless and hard thing? Bagaikan mengemut batu??? T_T Dan Dr U tetap
menikmati sambil ngeliatin saya yang dah salting banget antara pengen lepeh dan
takut ketauan.
Sampai 20 menit pun suasana hening, karena baik Dr U , Dr S dan nurse lagi
menikmati “BATU” ini. Dan saya menjadi lebih pingin ngelepehin (aduh apa ya
bahasa indonesianya? Memuntahkan??) “BATU” ini. Alhamdulillah ada pasien masuk,
anak kecil, rada rewel. Jadi kedua mentor berusaha memeriksa si pasien ini
dengan indirek oftalmoskop dan membelakangi saya. Alhamdulillah...Hup...Saya
lepeh deh tuh batu...taruh di kantong yang didalamnya udah ada tissue yang
sudah saya siapkan...Pheeeewww legaaa.
Nah, later on....di akhir klinik. Saya nanya ke Nurse ketika kedua mentor
udah gak ada.” Ini apaan sih namanya? “ kata saya ke Nurse. Si Monisha (the
Nurse) bilang...”Hmm..itu namanya Chhurpi”
“Oooh Churrpi. Terus gimana caranya kok bisa keras?” kata saya.
Dan Monisha dengan santainya cerita, ”jadi...chhurpi ini terbuat dari susu
hewan tibetian Yak terus di masak, lalu bla bla
bla....endespre....endesbre....endespree.. endesbre..”
Saya udah gak denger lagi apa kata Monisha. Mendadak sontak lemes sekaligus
mual mbayangin itu tadi ternyata Susu Yak T_T Eeuwwww...
Untunglah setelah saya mencari informasi, Yak ialah hewan herbivora 100%,
maka dari itu susunya pun halal. But.....still... :( Eeeuuwwww..... *sickface*
Hihihihihihi...,kalau sekarang sih bisa ngakak....kalau inget gini. Pas
kejadian huwaaaaaa.....kaget banget. Herannya, ada 3 temen yang minta
dioleh-olehin Chhurpi nih. Penasaran ama cerita saya di twitter kayaknya.
Hahahahahaha
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nah, dalam hari yang sama pas saya kemakan Susu Yak, ada kejadian lucu
lagi. Kemarennya kan saya dapat kasus untuk saya operasi mandiri (dengan
bimbingan mentor). Udah selesai dioperasi. Alhamdulillah operasi juga berjalan
lancar tanpa ada komplikasi. Karena operasinya kemaren, hari ini si pasien
kontrol. Pasien ini anak remaja 17 tahunan gitu deh, dia juling keluar seperti
foto ini (ini bukan foto pasien yah...berasa gak etis aja menampilkan foto pasien di blog. Foto ini diambil dari google image)
Dan kemudian setelah dioperasi, hari ini saya cek alhamdulillah sudah lurus
matanya kayak gini
Setelah pemeriksaan selesai oleh mentor (mentor juga ngecek, sekalian yang
kasih edukasi kan Dr U wong saya gak bisa bahasa Nepali). Dr U beberapa kali
saya lihat rada ngotot ngomong ke ibunya pasien. Nah saya agak khawatir
deh..kenapa? Saya juga jadi serem. Apa complain. Tapi kok saya lihat semuanya
baik. Luka operasi baik. Mata kembali lurus.
Dr U akhirnya pun tertawa terbahak-bahak dan
manggil saya. “ Rozalina, the mother complain, why the eye of the daughter now
at the center. And I told Mom that is our target. To bring back her eyes to the
center, so the eyes are straight” =))
Ya
Rabb....jadi si emak ini komplen kenapa mata anaknye sekarang lurus
ditengah? Lah...kenapa lu nyuruh dioperasi?? Bagaimana sih? Hihihihiy.
Cerita aneh ketiga dalam bulan ini dijuarai oleh Monisha. Hihihihiy...Ya
Nurse di klinik Pediatri Ophthalmology & Strabismus di RS ini.
Jadi ceritanya gini, si Monisha ini kayaknya rada-rada aneh gitu ngeliat
saya. Dari Indonesia....(Indonesia dimana aja kayaknya dia gak tau dan gak bisa
bayangin), Perempuan, Muslim Kebetulan saya berhijab lebar—yang menurut
pandangan orang luar kan biasanya perempuan berpenampilan seperti saya gini
ialah tipikal yang gak bisa sekolah-gak kerja dan dirumah aja. Yes, this is sad
but true. Tipikal orang non muslim, kalau lihat perempuan muslim itu bawaannya
kasian aja. Mereka merasa perempuan muslim itu makhluk paling teraniaya
sedunia. Kita gak usah bicarakan kewajiban perempuan dirumah dll (karena kan
mereka juga non muslim gitu lho..mana mereka ngerti itu). Tapi saya di USA maupun
di Nepal ini memang bolak balik ditanyain. “Kamu bener dokter?” “Kamu memangnya
ngerjain operasi mata?” Seperti gak
yakin, bahwa perempuan muslim walau di jazirah arab pun juga jadi dentist,
dokter dll dll.
OK sudahlah..lets skip that part. Yang jelas Monisha ini sangat amaze
dengan saya.
Saya pun bolak balik di fotonya pakai HP nya. Dari tampak kanan, tampak
kiri, tampak depan, tampak belakang #opotoiki Hahahah..
Puas foto, dia pengen ngobrol sama saya. Berhubung masih belum terlalu sore
ya saya ladenin lah. Topik dari masalah suami kerja dimana, anak-anak umur
berapa dll dll.
Sampai tiba di topik ini
“Rozalina, what is the staple food in your country” kata Monisha
“We eat rice” kata saya
“Rice? Ooo...so...you cook the rice first, or you directly eat the rice?”
WHATTT??? *ZoomInZoomOut* *Mata Mendelik* #LelySagitaModeOn
Yaa Salam...memang gue dikira ayam? Makan beras??? Cih!!!
Hahahahahha...Monisha Monisha...ada-ada aje lu..
Sampai saya terakhir nulis ini, perjalanan saya di Nepal sudah menginjak
hari ke 25. Tinggal 5 hari lagi saya di Kathmandu. Dengan niat untuk mencari
ilmu dan mengamalkannya demi mendapat ridha Allah SWT *Aamiin* semoga sisa hari
saya di Nepal ini berjalan lancar. Dilindungi Allah dalam perjalanan pulang dan
sampai dengan selamat di Surabaya.
Bertemu dengan buah hati tercinta, Shafiya
dan Rayyan serta belahan jiwaku: Bambang Subakti Zulkarnain :*
Miss you sooooooo much guys!!