Sore itu sepulang dari Rumah sakit aku letih sekali. Malam sebelumnya aku hrs on duty (jaga) di rumah sakit tempat ku menempuh pendidikan spesialisasiku itu. Biasanya, sepulangku dari kerja selalu bermain dengan anakku Shafiya, namun sore itu (setelah bekerja straight 36 jam non stop) aku begitu lelah sehingga disaat aku menemaninya mewarnai, aku sempat tertidur sekejap….
Aku terbangun dan mendapati Shafiya sudah tidak ada disisiku…Ketika kucari ternyata, dia ada di kamar mandi. Begitu melihatnya. Aku tercengang. Air di wastafel mengalir deras, dan membasahi bajunya. Sabun cuci botol susunya habis tertumpah dan dan 3 buah botol susunya bergelimpangan kemana-mana. Air di bak mandi yang baru aku kuras kemarin pun kotor penuh sabun.
Sekilas..akal sehatku berkata, ”apa yang ada di pikiran anakku sehingga dia berbuat seperti ini?” Namun akal sehat itu ternyata kalah dengan emosi yg memuncak karena keletihan dan kemarahan yang luar biasa. Sore itu, aku menghukum anakku dengan cubitan hingga ia menangis.
Setelah itu..aku didera perasaan bersalah, pikiran jernihku melintas lagi. “ apa yang telah kuperbuat ini..?” aku menyesal telah menghukumnya demikian rupa.
Perlahan-lahan dia kudekati dan kutanyakan dengan lembut,“ Syaffa..kenapa main air sampai bajunya basah?”
“ Kan aku mau minum susu di botol Bunda, tapi botolnya masih kotor, lalu aku cuci botolnya..pakai sabun cuci cair seperti yang Bunda sering pakai. Bunda tidur, jadi aku cuci sendiri ” katanya.
Aku sayu dan terharu mendengar jawabannya. Rupanya aku menggunakan sudut pandang yang salah. Yang kupikirkan ialah, ‘Bunda capek Nak, kenapa kamu main air dan mengotori kamar mandi seperti itu. Aduh..baju kamu basah kuyup gitu, kalau demam bagaimana??”
Padahal di pikiran anakku tentunya tidak seperti itu. Dia dalam proses belajar tentang kebersihan, ukuran dan apa saja dalam kehidupan ini. Terlalu cepat aku memvonis hanya dengan melihat baju basahnya dan kamar mandi yang berantakan.
Menyadari hal itu, aku segera memeluk anakku dan memohon maaf. Aku sangat menyesal dengan bentakan dan cubitan yang aku lakukan, hingga ia menangis ketakutan.
Astagfirullah… aku ternyata sudah terjebak pada orientasi pada hasil, kalau saja aku berorientasi pada proses, sudah tentu terjadi dialog antara aku dan anakku sebelum aku melayangkan hukuman terhadapnya.
“ Bunda minta maaf Nak, bunda marah-marah. Kalau Shafiya nanti mau Bantu Bunda cuci botol, boleh, tapi…sabunnya nggak banyak-banyak begitu dan jangan sampai mengotori bak mandi…”
terjadi dialog antara kami, tentang air, tentang sabun cuci dan pentingnya menjaga kebersihan.
Sunggguh, ternyata banyak proses belajar yang harus dihargai tanpa mengabaikan hasil dari proses belajar tersebut..
7 comments:
Kadang, maunya anak sulit kita pahami, perlu kesabaran yang luar biasa. Salut untuk Bunda yg bisa membagi waktu untuk keluarga di tengah kesibukan pekerjaan. :)
Seringkali pikiran anak2 itu bikin kita takjub ya, cuman memang kadang kita suka lupa untuk bertanya, what is in your mind, yg tentu aja totally beda sama kita. Kadang2 aku juga suka nyesel, pas Izza lg aktif2nya berimajinasi, tp kita ber-2 lg capek, jd nggak punya tenaga n perhatian utk nemenin dia, suka sembarang aja ngomentarin apa yg dia bilang, pdhal biar kecil dia juga tau kalo kita ikutan mainnya setengah hati .. hu..hu...
Success is a journey, not a destination, seperti banyak pepatah serupa mengatakan..., memang perlu kesabaran extra dalam menempuh suatu proses..seperti halnya di Monrovia (Darurat militer lagi, nih!), di apartemen udah nggak ada air..jadi kalau mau ke wese..harus pergi ke kantor...ah, gelo deh! ..sabar, ini suatu proses..!!
Saya pengen pulaang!---> sabar, ini suatu proses (again)
Salam hangat dari Liberia..mudah2an keusuhan disini cepat berlalu..(Sabar, ini juga suatu proses :) )
duh makasih Bunda ...postingan ini juga buat ngingetin aku yg kadang2 nggak sabaran juga ngadepin anak2 ... -nug-
pikiran kanak dan benak orang dewasa kerap bersimpangan. bila orang dewasa menatap sebuah akibat dahulu sebelum berbuat, maka kanak berkebalikan. berbuat dahulu tanpa beban akibat belakangan. demikianlah proses pencarian pengetahuan berlangsung. memerlukan kemerdekaan mencoba dan berusaha. sebab beban rentetan kata jangan, hanya akan memasung tumbuh kembangnya keingintahuan. dan untuk mencapai ini membutuhkan kesabaran berlebih.
Tebul, Bu... kadang emang ada waktu di mana kita lagi emosi, dan jadinya walau tahu mana yang harus dilakukan, tapi kita memilih aksi yang salah. :)
Saat-saat seperti ini saya sih bersyukur kalau ada mitra hidup saya di sekitar. Soalnya bisa gantian dulu.
benar bu..dari anak anak kita bisa banyak belajar banyak..anak pun sesekali harus tahu mengapa bundanya marah, namun memang akan bijak bila kita berkomunikasi dulu dengan mereka sebelum mengambil langkah lanjut :)
cium sayangbuat shafiya yaa
*)Iin
Post a Comment